Skip to main content

Pecel Gaya Baru Malam Selatan

Jejaklidah pernah menikmati jelajah lidah dengan melakukan perjalanan keliling Jawa menggunakan kereta api. Bukan kereta api yang eksekutif, namun justru kereta ekonomi yang murah meriah, berikut layanan mobile amatir beragam panganan yang hilir mudik dari gerbong ke gerbong, nyaris di sepanjang perjalanan. Salah satu menu yang sepertinya dapat dijumpai di sepanjang perjalanan adalah pecel. Oh ya, jejaklidah ketika perjalanan dari stasiun senen ini menumpang kereta ekonomi Gaya Baru Malam Selatan, yang bertujuan akhir di Stasiun Pasar Turi Surabaya, di gerbong No 2, bangku nomor 13A.

Ketika kereta meninggalkan senen pukul 11.30, puluhan pedagang asongan hilir mudik menjajakan dagangannya. Namun baru dua jam kemudian, ketika perjalanan menuju cikampek, perut jejaklidah mulai berteriak minta diisi. Pilihan utamanya jatuh kepada ibu-ibu pedagang pecel. Dengan mengusung baskom penuh bahan2 pecel diatas kepala, beberapa ibu nampak menjajakan pecel gaya cikampek ini. Baru ketika dipanggil, baskom diturunkan dan mulailah kecambah, kacang, dan kadang daun pepaya rebus dimasukkan ke pincuk kertas. Selanjutnya, jikalau kita minta lauk, ada bakwan jagung, tahu, tempe, dan terkadang tersedia juga telur. Sentuhan akhirnya adalah siraman sabel kacang cair. Ketika jejaklidah mencicipinya, tidak ada rasa khas dari pecel cikampek ini. Hanya sayur rebus (kulupan bahasa jawanya) yang diberi sambel kacang belaka, tapi cukuplah untuk mengganjal perut.

Lima jam kemudian, ketika kereta sudah akam memasuki cirebon, perut jejaklidah berkeruyuk lagi. Bertekad mencoba pecel lagi, maka diputuskanlah untuk menahan lapar sejenak dengan tidur. Tak dinyana mata jejaklidah baru terbangun pukul 19.30, ketika kereta sudah memasuki stasiun purwokerto. Wah, saatnya mengisi perut yang sempat di alihkan dari lapar, dengan pecel gombong. Sejam kemudian, barulah mbok-mbok, masih dengan baskom dikepala, hilir mudik menjual pecelnya. Jejaklidah memanggil salah satunya. Hmm, segera setelah siraman sambel pecel, kesegaran sambel meruyak penat di rongga mulut. Lidah tak henti hentinya beratraksi mengaduk sayur rebus behen pecel agar semuanya tergilas dan terpotong gigi. Nikmatnya daun turi yang menjadi ciri khas pecel gombong ini membuat air liur terus membasah membuat proses mengunyah semakin nikmat saja. Oh ya, pincuk masih menjadi tempat penyajian pecel gombong ini.

Karena hari semakin merambat malam, perut jejaklidah juga sudah tenang terisi, maka perjalanan merambat dengan mata 3 watt saja. Tak terasa pukul 22.00, kereta masuk stasiun lempuyangan, Yogyakarta. Sontak mata jejaklidah terbuka lebar, karena melihat para mbok2 penjual makanan dalam balutan kebaya warna coklat atau krem (habis malam sih, nggak jelas benar) menjajakan pecel (lagi???) dari luar jendela kereta. Rasanya harus mencoba pecel Jogja nih! Langsung Rp. 3000 Rupiah diangsurkan dan sebungkus nasi pecel diberikan kepada jejaklidah. Dengan bungkus kertas, rasanya kemasan pecel Jogja ini sudah memiliki gaya yang berbeda dari wilayah sebelumnya. Ketika dibuka, nampak nasi, dengan sedikit sayur, sambel pecel dalam kemasan plastik, secuil tempe dan ada seplastik kecil peyek. Rupanya pembeli dipersilahkan untuk meramu sendiri pecelnya. Rasa sambel kacang dengan kencur, rupanya hadir di mulut, walaupun tidak sampai menghangatkan badan, tapi cukup menghangatkan rasa di lidah. Ditambah lagi gurihnya peyek, semakin menambah citarasanya. Memang sih, tidak senikmat pecel di pasar Bringharjo yang pernah dinikmati jejaklidah beberapa bulan sebelumnya, namun cukuplah mewakili Jogjakarta. Oh ya, patut dicatat, pecel bungkus kereta di Jogja ini menyertakan nasi dalam bungkusannya. Tidak seperti adonan pecel di kota-kota sebelumnya.

Perjalanan berlanjut, sampai lepas solo, menjelang tengah malam. Ketika pukul 1 dini hari, jejaklidah mendengar sayup-sayup dari gerbong belakang, suara bariton menjajakan pecel. Wah, lain lagi nih. Ketika suara itu semakin mendekat, jelaslah kiranya, seorang pria tua sedang menjajakan pecel. Bungkusnya unik, karena menggunakan daun pisang, dengan ditusuk lidi di kedua ujungnya. Ketika jejaklidah memutuskan membelinya, maka terasa sekali kehangatan nasi dari balik bungkus daun pisang tersebut. Rupanya inilah pecel bungkus madiun, yang dikenal khas dengan sambelnya. Tapi buat jejaklidah, penggunaan daun pisang menjadi sesuatu yang sangat spesial, karena kemasan ini merupakan bentuk yang paling ramah lingkungan. Ketika dibuka, pola penyusunannya mirip dengan gaya penyajian pecel jogja. Pembeli dipersilahkan menyiapkan sendiri pecelnya sebelum dimakan. Sambel pecel juga dikemas dalam plastik kecil. Ketika masuk ke mulut, jejaklidah merasakan sensasi kencur, daun jeruk yang cukup sedap di sambal pecelnya. Belum lagi tingkah kemriuk peyek kacang yang juga menyertai setiap bungkusnya. Inilah hal yang membedakan pecel wilayah jawa timur dengan jawa barat, penambahan daun jeruk dalam proses pengolahan sambel pecel, menghadirkan aroma segar dan nikmat. Konon, pecel di Madiun dipersiapkan semenjak tengah malam, sehingga tak mengherankan jika jejaklidah menerima pecel dengan naso yang masih hangat. Maklumlah, pecel merupakan menu wajib sarapan bagi sebagian besar warga jawa Timur.

Sampai di Pasar Turi menjelang subuh, jejaklidah bersiap untuk menuju ke penginapan untuk melanjutkan perjalanan ke kota-kota yang lain ketika matahari sudah meninggi, kembali menjelajah lidah. Yang patut dicatat, dalam perjalanan jakarta Surabaya lewat jalur selatan ini, ada 4 jenis pecel yang dijajakan. Semuanya dengan ciri tersendiri, baik dari cara penyajian maupun rasanya. Dari segi harga, nyaris tidak ada perbedaan. Jejaklidah mencatat, untuk semua pecel yang telah dinikmati sepanjang perjalanan, kocek yang dirogoh tak lebih dari Rp. 15.000,-. Secara parsial, setiap menunya berada pada kisaran harga Rp. 3.000 sd Rp. 4.000,- saja. Murah khan?

Comments

Popular posts from this blog

Keripik Setan van Perum 3

Pedas, menurut pustakawan jejaklidah, bukanlah segolongan rasa, tetapi ia merupakan sebuah sensasi yang ditimbulkan oleh zat pedas pada cabai. Hal ini dapat dianalogikan dengan makanan dengan suhu panas atau dingin. Jadi rasa pedas itu bukan terjadi pada salah satu indra khusus pedas di lidah, tetapi semua permukaan lidah dapat mengalami sensasi pedas ini. Nah, jejaklidah punya saran bagi mereka yang ingin ber eksperimen sendiri dengan makanan pedas, untuk membuktikan kebenaran paparan pustakawan jejaklidah tersebut diatas. Sarannya adalah, cobalah dua bungkus keripik perum3, yang harga per bungkusnya Rp. 500 saja. Mengapa hanya dua bungkus? ” Kalau lebih dari dua bungkus, lidah bisa kebas!” terang pak haji yang ditemui jejaklidah di rumah produksinya di perumnas 3 bekasi. ”Berhenti dulu, lalu 15 menit kemudian boleh nambah lagi dua bungkus!” lanjut pak Haji sambil tersenyum. Jejaklidah manggut-manggut mendengarkan tips cara makan kripik pedas perum3 ini, langsung dari pembuatnya. Ma

Pastel daeng dan Tahu Fantasi bersaudara

Orang Bekasi, sejatinya sebagian besar berkomposisi pendatang. Salah satunya, pendatang dari makassar, yang kemudian menyediakan jajanan khas dari bumi Hasanuddin itu. Jelas ini keuntungan buat warga bekasi, karena tidak perlu jauh-jauh melancong ke pulau seberang sekedar menjelajah lidah, cukup di sekitar rumah saja. Bertolak dari bulan puasa tahun 2008 lalu, kala maghrib menjelang dan banyak penghuni kompleks perumahan yang "ngabuburit" sambil berburu penganan berbuka puasa. Tersebutlah pasangan suami istri dan mertua yang asal makassar ini yang menyajikan penganan khas makassar untuk hidangan berbuka puasa. Tak disangka, jejak rasa yang ditinggalkan penganan olahan mereka ini disukai para pembelinya. Pesanan mulai berdatangan, dan peluang ini ditangkap mereka sebagai peluang usaha. Setelah urun rembug, akhirnya mereka berspesialis pada penjualan Pastel ala makassar, yang dikenal di daerah asalnya sebagai ”jalangkote” dengan bandrol baru ” Pastel Daeng ” dan Tahu Fantasi. P

Ada Kulit Jeruk di Pecel Madiun

Eksplorasi pedas jejaklidah kali ini mencoba menjamah sisi tradisional negeri seribu pulau ini. Beberapa tulisan tentang menu sarapan pilihan sebagian besar warga Jawa Timur, pecel, akan coba diulas dalam jelajah lidah melalui blog ini. Penjelajahan dimulai dari satu tempat yang yang dikenal sebagai asal muasalnya makanan ini, walaupun dalam prakteknya, sudah banyak "penyimpangan" yang terjadi (makanya baca sampai tuntas dulu agar tahu). Pecel, rasanya tidak akan mudah dilepaskan dari kata madiun. Maka penjelajahan kali ini menuju langsung ke madiun untuk mencari jawaban pasti atas keberadaan pecel madiun ini. Pecel madiun, menurut Budi Prasetyo, memiliki ciri khas penggunaan turi, kecambah pendek, dan sambel pecel. Selain itu, ciri khas visual yang bisa ditemukan adalah pada cara penyajian yang selalu menggunakan daun pisang, dan cara menuangkan sambel pada racikan nasi dan kulupan. Nasi pecel madiun, mengutamakan kulupan, dan hanya mensyaratkan nasi. "Jadi, pecel madiu